-->

SPIRITNEWS BERITANYA: LUGAS, JUJUR DAN DAPAT DIPERCAYA

**** SPIRITNEWS "AYO KITA MEMILIH PEMIMPIN YANG PEDULI KEPENTINGAN RAKYAT DAN YANG MENGUTAMAKAN KEBUTUHAN RAKYAT , " ****
INILAH, Bagir Manan: Dewan Pers Membuat Aturan Atas Kesepakatan Bersama
INILAH, Bagir Manan: Dewan Pers Membuat Aturan Atas Kesepakatan Bersama

INILAH, Bagir Manan: Dewan Pers Membuat Aturan Atas Kesepakatan Bersama

JAKARTA SPIRITNEWS.- Seluruh petunjuk yang dibuat oleh Dewan Pers disusun atas persetujuan bersama dan penegakan peraturan serta pedoman dan keputusannya diserahkan pada satuan komunitas, jadi Dewan Pers tidak menegakkan aturan sendiri.

Demikian keterangan yang disampaikan Bagir Manan selaku Ahli yang dihadirkan oleh Dewan Pers (Pihak Terkait) dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), pada Kamis (24/3/2022).

Sidang kedelapan dari Perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 ini dilaksanakan dalam Sidang Panel yang Diperluas oleh MK dengan dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi lima hakim konstitusi lainnya. Dalam perkara yang dimohonkan oleh tiga wartawan sekaligus pimpinan perusahaan pers dan organisasi pers, yakni Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso ini, hadir pula dua ahli lainnya yakni Effendi Gazali dan Rajab Ritonga.

Lebih lanjut Bagir menjelaskan bahwa pers adalah komunitas dengan berbagai bentuk kemerdekaannya berada dalam satu ikatan profesional, disiplin, dan etik. Apabila masing-masing anggota memiliki aturan sendiri-sendiri dalam hal ini masyarakat pers, maka akan terjadi disharmonisasi komunitas. Sehingga aturan komunitas itu, haruslah dibuat secara bersama-sama demi kepentingan komunitas dengan anggotanya.

Kemudian, Bagir menjelaskan jika esensi UU Pers menjamin dan melindungi kemerdekaan pers. Salah satu wujudnya yakni pemerintah tidak ikut campur dalam mengatur pers sehingga segala urusan diurus oleh diri pers sendiri, termasuk dalam membuat formula aturan tentang pelanggaran, kode etik, dan peraturan disiplin pers. Pers yang dijalankan perusahaan pers adalah sebuah profesi yang harus bersandar pada etik sebagai penjaga pers sehingga dunia pers menjadi terpelihara, independen, dan terbuka.

“Dalam ajaran hukum, etik bersifat tuntunan yang berisi kewajiban bagi diri dan lingkungan pers ke dalam lingkungannya. Oleh karenanya, Dewan Pers berperan sebagai penjaga dan pelindung atas kode etik pers yang berlaku bagi hubungan ke dalam diri masyarakat pers itu sendiri,” jelas Bagir terhadap permohonan para Pemohon yang mendalilkan adanya ketidakjelasan tafsir Pasal 15 ayat (5) UU Pers.

Berikutnya, Bagir menjelaskan jika fasilitas Dewan Pers dengan peraturannya, layaknya sebuah fungsi hukum yakni sebagai fasilitas yang memudahkan suatu pelaksanaan hukum. Demikian halnya dengan aturan hukum yang ada pada Dewan Pers, yang berfungsi untuk menjaga harmonisasi pers. Sehingga aturan tersebut dibuat untuk menjamin kehidupan pers dalam kepentingan ke dalam dan keluar lembaga.

Pada simpulannya, Bagir menyebutkan jika berkaitan dengan pemilihan Dewan Pers, maka segala sesuatunya diajukan oleh masyarakat pers sendiri, di mana Dewan Pers bertindak layaknya fungsi KPU bagi pers itu sendiri.

Dewan Tunggal Effendi Gazali selaku Pakar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia dalam keterangannya, mengatakan pada intinya Pemohon ingin tergabung menjadi Dewan Pers tidak lain sebagai suatu upaya untuk menegakkan kode etik yang sejalan dengan UU pers. Dengan menjadi anggota Dewan Pers, maka seluruh pemangku kepentingan akan terlindungi sekaligus dapat pula meningkatkan kualitas pers.

Sehubungan dengan keberadaan Dewan Pers yang bersifat tunggal ini, Effendi menerangkan hal ini dikembalikan pada sejarah setiap negara.

Di Indonesia sendiri, Effendi mendapati masih memiliki satu Dewan Pers dikarenakan beberapa alasan, yakni untuk penegakan kode etik; menjamin kepentingan publik; perlindungan profesi wartawan; dan pedoman untuk persoalan kekerasan pada wartawan.

Sehingga terkait dengan dalil pasal a quo yang dinilai Pemohon bertentangan dengan UUD 1945 ini, ia melihat hal yang mesti berlaku adalah sebaliknya. Sebab, jika seluruh anggota pers masuk menjadi angggota Dewan Pers yang ditetapkan dengan Keppres, maka mereka tetap harus menjalankan norma yang termuat pada pasal tersebu.

“Bahwa kontradiksi legitimasi yang disahkan presiden ini, justru yang dibutuhkan adalah legitimas sosial sehingga seluruh kelompok pers harus melakukan kode etik yang mengikat insan pers sebaik-baiknya. Justru pada saat ini di dunia internasional yang berlangsung hal yang akan ditambah bukan lagi jumlah anggota Dewan Pers dari organisasi pers, tetapi penambahan jumlah publik yang menyertainya. Sehingga secara metodologi, maka permohonan Pemohon ini tidak dapat diterima karena bertentangan dengan aspek metodologi ilmu komunikasi dan implikasinya,” kata Effendi.

Fasilitator Masyarakat Pers

Berikutnya, Rajab Ritonga selaku Ahli Ilmu Komunikasi Universitas Gunadarma dalam keterangannya mengatakan UU Pers merupakan anugerah bagi pers nasional. Sebab, kehadirannya menandai kemerdekaan pers nasional setelah 32 tahun dalam pengendalian pemerintah. Dengan adanya UU a quo, pers dapat dengan bebas menjalankan tugas tanpa khawatir dibredel.

Ia menilai juga jika UU Pers ini sangat istimewa karena peraturan pelaksanaannya dibuat hanya oleh Dewan Pers dan konstituennya. Dengan demikian, regulasi ini, lanjutnya, dapat menjadi salah satu wujud independensi pers yang terlepas dari campur tangan berbagai unsur kekuasaan.

“Oleh karena itu, bagi masyarakat pers sendiri dewan ini menjadi fasilitator yang memfasilitasi berbagai aturan yang dibahas dan dilaksanakan secara bersama-sama. Sehingga, Dewan Pers itu tidak pernah memonopoli pembuatan aturan apalagi mengambil alih peran Dewan Pers,” jelas Rajab.

Pada sidang sebelumnya para Pemohon menyebutkan sebagai perusahaan dan organisasi pers berbadan hukum merasa terhalangi untuk membentuk Dewan Pers independen serta untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers secara demokratis. Tak hanya itu, ketentuan tersebut dinilai para Pemohon menyebabkan hak untuk menetapkan dan mengesahkan anggota Dewan Pers yang dipilih secara independen juga terhalangi. Para Pemohon menyelenggarakan Kongres Pers Indonesia pada 2019 silam yang menghasilkan terpilihnya Anggota Dewan Pers Indonesia. Akan tetapi, karena adanya Pasal 15 ayat (5) UU Pers, hasil Kongres Pers Indonesia tersebut tidak mendapatkan respon dan tanggapan dari Presiden Indonesia.

Selain itu, keberadaan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers harus ditinjau kembali karena organisasi-organisasi pers kehilangan haknya dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers. Sebab dalam pelaksanaannya, pasal a quo dimaknai oleh Dewan Pers sebagai kewenangannya berdasarkan fungsi Dewan Pers untuk menyusun dan menetapkan peraturan di bidang pers. Sehingga keberlakuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU 40/1999 bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers” karena membatasi hak organisasi-organisasi pers mengembangkan kemerdekaan pers dan menegakan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran.(*/HUMAS MKRI ).

Baca juga:

Admin
Fusce justo lacus, sagittis vel enim vitae, euismod adipiscing ligula. Maecenas cursus gravida quam a auctor. Etiam vestibulum nulla id diam consectetur condimentum.