Spirit
News.Com.-
Memilih manusia
setengah dewa. Demikian tugas berat yang dilakukan Panitia Seleksi (Pansel)
Calon Pemimpin (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kali ini, terhadap
mereka yang dinilai layak memimpin tombak pemberantasan korupsi di negeri ini.
Tenggat telah ditetapkan. Sedianya hari ini (Rabu, 24/6), panitia beranggotakan
sembilan perempuan ini menutup pendaftaran bagi yang berminat mengadu nasib,
memimpin komisi paling disegani di seantero negeri ini.
Namun, ternyata agenda
berubah. Ketua Destry Damayanti dan juru bicara panitia, kemarin (Selasa, 23/4)
mengumumkan masa pendaftaran diperpanjang; yang ditetapkan ditutup hari ini,
diundurkan hingga 3 Juli. Jadwal pengumuman nama para calon, yang semula akan
dilakukan 27 Juli, juga diundur. Panitia akan mengumumkan nama-nama yang ikut
seleksi pada 4 Juli.
Panitia ini juga kembali
menegaskan mereka tak bisa diintervensi. Kesembilan perempuan hebat ini; Destri
Damayanti, Enny Nurbaningsih, Harkristuti Harkrisowo, Betty S Alisjahbana,
Yenti Garnasih, Supra Wimbarti, Natalia Subagyo, Diani Sadiawati dan Meuthia
Ganie-Rochman, meminta publik bersabar.
Harus diakui, mereka banyak
bertemu banyak pihak. Namun, ini bukan berarti ada celah bagi pihak-pihak yang
ditemui untuk mengintervensi.
Penegasan ini juga
dialamatkan bagi mereka yang sejak semula berpandangan, tempat mereka bekerja,
di Sekretariat Negara, menjadi hal yang dipertanyakan. Apa yang dikemukakan
soal ini pastinya adalah suatu afirmasi, sekaligus janji yang publik ingin
pastikan.
Sejak semula nama-nama
“Srikandi” ini diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 21 Mei, harapan
membuncah. Berbagai titipan pesan pastinya juga ditujukan rakyat; agar mereka
memilih orang yang tepat.
Kali ini, panitia seleksi
memang sangat seksi. Namun, bukan karena mereka perempuan. Ini terkait
banyaknya pro-kontra, dukungan, dan kesangsian yang diterpakan kepada mereka.
Tak biasanya profil keseluruhan pansel menjadi hal yang menarik perhatian
publik.
Jika pada dua pansel
sebelumnya didominasi tokoh pria dan semuanya berasal dari dunia hukum, baik
praktisi maupun akademikus, kali ini hanya beberapa yang berasal dari ranah
sama. Kehadiran berbagai latar belakang keahlian itu, menurut Presiden Joko
Widodo, diperlukan untuk melihat berbagai sisi calon dan tantangannya di KPK.
Bisa dipahami, jika kehadiran
sosok-sosok berlatar belakang nonhukum adalah manifestasi komprehensifnya hal
yang harus dilihat dari calon, serta proyeksi mereka terhadap pekerjaannya
kelak. Bagi yang agak pesimistis, bisa juga diartikan begitu dalamnya jerat
korupsi di Tanah Air, sehingga diperlukan penyeleksi dari banyak keahlian untuk
memilih mereka yang diharap bisa memberantasnya.
Di sisi lain, ada banyak hal
lain yang juga menarik dilihat dari pansel dan hasil kerjanya. Semula, banyak
berprediksi—bahkan pansel juga beberapa kali mengemukakan hal serupa—akan
sedikit yang mendaftar.
Pada pekan awal kerja pansel,
diberitakan hanya beberapa orang berani mengajukan diri mengikuti tes menjadi
pemimpin KPK. Kasus hukum yang dialami Abraham Samad, Bambang Widjojanto, serta
Zulkarnaen dan Adnan Pandu Praja, empat pemimpin KPK, disinyalir jadi
penggentar untuk mendaftar. ICW dan penggiat antikorupsi mengatakan sejak awal,
pendaftar takut dikriminalisasi.
Uniknya, Betty Alisjahbana,
Juru Bicara Pansel, mengatakan hingga semalam, sudah ada 234 pendaftar. Advokat
mendominasi jumlah itu, lainnya adalah pegawai negeri sipil dan dosen perguruan
tinggi.
Dari penegak hukum ada enam
unsur Polri, dan lima unsur kejaksaan, serta satu orang dari TNI. Jika kini
masa pendaftaran diperpanjang, pastinya jumlah bertambah.
Dibandingan seleksi pimpinan
KPK periode 2011-2015, jumlah ini lebih besar, dari 215 pendaftar. Setahun
sebelumnya, ada 285 pendaftar untuk mengikuti seleksi sebagai calon pengganti
Ketua KPK, Antasari Azhar yang dinonaktifkan. Jumlah terbesar memang pada
periode 2007-2011, mencapai 642 orang.
Premis bahwa merosotnya
jumlah pendaftar memang terbuyarkan. Bisa jadi, pola jemput bola yang dilakukan
pansel hingga ke daerah berhasil memupuskan ketakutan mereka yang niat
mendaftar.
kali ini memang lebih aktif.
Mereka beranjangsana ke banyak daerah. Pada saat sama, mereka mengaku sudah
mengantongi nama-nama incaran, yang dinilai berintegritas dan bernyali memimpin
upaya pemberantasan korupsi itu.
Di sisi lain, tak
diumumkannya nama-nama calon memang membuat penasaran banyak pihak. Bukan cuma
DPR yang ingin pansel terbuka, LSM dan media juga ingin memelototi nama-nama
itu. Namun, pansel membantah bersikap tertutup. Setelah nama para calon
diumumkan, pansel akan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menanggapi
selama sebulan.
Nah, kini memang kita harus
bersabar sepekan lagi. Keingintahuan itu harus disimpan. Bagi publik yang ingin
negeri ini punya pemimpin KPK yang mumpuni dalam nyali dan skill, harus
mencermati proses berikutnya.
Akan ada tahapan ketika wakil
rakyat tercinta, DPR, memilih mereka lewat fit and proper test. Tahapan ini
lebih krusial. Bukan mustahil sosok-sosok bersih harus berkompromi untuk
mendapatkan dukungan politik.
Tahapan berikutnya tak kalah
menentukan. Tunggakan kasus-kasus yang disebut Plt Ketua KPK, yang kini ada
sekitar 36, bukan mustahil beralih ke pemimpin baru jika tak terselesaikan.
Langkah pemimpin baru juga akan menunjukkan seperti apa mereka.
Terlalu dini juga untuk
curiga, atau berprasangka. Namun, besarnya jumlah pendaftar bukan berarti kita
bisa berkesimpulan ada banyak warga yang bernyali dan mau memberantas korupsi
dengan taruhan mati. Bisa juga terselip di antara mereka adalah orang yang
murni mencari kerja.
Bahkan, bukan tak mungkin
juga berniat berbeda, untuk melemahkan KPK.Lagi-lagi janganlah kita
berprediksi. Sepekan lagi, kita bisa melihat nama-nama yang masih akan diuji
serangkaian tes dan sorotan publik. (*).Sumber
Berita Sinar Harapan.com.