SPIRITNEWS.COM.- Ketersediaan obat bagi penderita Disorders Of Sexual Development (DSD) atau kelainan perkembangan seksual hingga kini masih aman.
Termasuk pada obat penyakit kerancuan kelamin atau congenital adrenal hyperplasia (CAH) yang dikhawatirkan semakin langkah lantaran Belanda memutuskan hubungan kerja sama pemberian obat gratis.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Upaya
Kesehatan (BUK) Kemenkes Akmal Taher mengatakan, pemutusan kerja sama
tidak akan berdampak pada ketersediaan obat hydrocortisone di Indonesia.
Akmal memastikan para penderita CAH akan
tetap dapat mengkonsumsi obat mereka seperti biasa. Kemenkes akan
menempuh cara lain untuk obat tersebut dengan cara mendatangkan obat
secara berbayar atau membeli. Oleh karenanya, ia meminta para penderita
penyakit kelainan genetik ini untuk menghilangkan kecemasan mereka,"Intinya pasti akan kita penuhi," tuturnya pada Jawa Pos (induk JPNN) kemarin (22/3).
Diakuinya, penyakit ini memang belum
masuk program prioritas Kemenkes. Namun, pengadaan obatnya tetap dapat
dilakukan. Pengadaannya pun memiliki jalur tersendiri dari pengadaan
obat-obat lainnya yang memiliki nilai komersial. Jalur tersebut biasa
disebut special access in.
Dokter Ahli Bedah itu melanjutkan, obat
yang masuk melalui jalur spesial ini akan didatangkan secara langsung
dari luar negeri tanpa perlu melalui screening Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM).
Sebagaimana biasanya, pihak rumah sakit (RS) rujukan
pasien yang memerlukan obat khusus akan mengajukan permohonan ke ke
pusat rujukan obat nasional yakni RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.
Dalam permohonan tersebut, pihak RS melaporkan adanya suatu penyakit
khusus yang tengah ditangani pihaknya. Laporan disertai dengan
penjelasan jumlah pasien dan jumlah kebutuhan obat untuk mereka dalam
beberapa bulan ke depan.
Lebih lanjy dituturkan bahwa "Setelahnya, ahli yang ada di sana mengkaji jenis obat dan jumlahnya sebelum dibeli," ungkap Mantan Direktur Umum RSCM itu.tuturnya.
Sementara Proses pembelian secara khusus ini kemungkinan akan dilakukan dalam jangka panjang. Pasalnya, belum ada rencana pembuatan secara mandiri di dalam negeri. Menurut Akmal, hal itu lantaran penyakit CAH masih dinilai langkah dan belum ada produsen yang berminat(*).