<
Foto.- AKBP Eko Suroso.
JAKARTA SPIRIT INDONESIA.-Kabag Perawatan Personel (Watpers) Biro SDM Polda Sulawesi Selatan (Sulsel), AKBP Eko Suroso, menolak suap terkait proses rekrutmen anggota polisi.
Eko tak menampik ada saja pihak-pihak yang mendekati dirinya untuk meminta bantuan semisal agar masuk Polri.
Eko menuturkan ada satu kejadian yang ekstrem, di mana seseorang menunjukkan buku rekening bank dengan harapan dibantu di proses seleksi anggota Polri. Lalu bagaimana Eko menolaknya?
"Ada salah satu peristiwa tapi saya nggak mau sebutkan namanya ya, itu nunjukin buku rekening ke saya, memastikan dia punya uang.
Saya bilangin, 'Yang menentukan anakmu lulus atau nggak itu kemampuan anakmu sendiri'.
Banyak yang nggak lulus karena memang nggak persiapan, hanya mengandalkan pertemanan ataupun cari-cari bekingan," kata Eko kepada detikcom, Kamis (3/10/2024). Sosoknya diusulkan Polda Sulsel dalam ajang.
Eko saat ini merangkap jabatan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kabag Pengendalian Personel (Dalpers) Biro SDM Polda Sulawesi Selatan (Sulsel). Salah satu tugasnya adalah terkait proses seleksi masuk Polri.
Eko menyadari jabatannya membuat orang-orang sekitar hendak memanfaatkan. Eko menyikapi hal itu sebagai kesempatan untuk mengedukasi bahwa proses tidak akan mengkhianati hasil.
"Di Indonesia ini, orang-orang ketimuran kaya kita ini, apalagi sudah kenal, pernah bersama, ya dengan dalih silaturahmi dan lain-lain lah memang banyak yang mencoba meminta tolong. Itu sebenarnya jadi kesempatan saya untuk mengedukasi mereka tentang sebuah proses," tutur dia.
Edukasi yang dimaksud ialah agar orang-orang tersebut tidak menghalalkan segala cara dan menghindari praktik calo. Eko menyarankan agar uang mereka yang hendak ikut seleksi Polri digunakan untuk bimbingan belajar (bimbel) sekolah kedinasan.
"Kalau mau rekrutmen Polri harus dipersiapkan kompetensi. Saya sarankan misalnya ada yang anaknya mau masuk Bintara atau Akpol, yang dilakukan adalah persiapan karena mustahil masuk kedinasan tanpa persiapan, misalnya bimbel.
Sah-sah saja toh saya sarankan persiapan dengan bimbel, yang penting tidak mengarahkan bimbel di mana. Kan banyak lembaga belajar berseliweran," jelas Eko.
Eko pun memberitahu pihak-pihak yang ingin masuk Polri dengan jalan pintas, bahwa sistem seleksi kini komputerisasi dan transparan, sehingga nilai tak dapat dimanipulasi. Eko bersyukur Polri telah membuat sistem yang memproteksi para pengemban fungsi SDM dari potensi penyimpangan.
"Untungnya kita sekarang berjalan sudah ada prinsip dan didukung sistem yang menguatkan terlaksananya prinsip itu, ada BETAH (bersih, transparan, akuntabel dan humanis).
Sekarang sistem sudah memproteksi kita dari peluang atau potensi penyimpangan misalnya tes psikologi dan akademik sudah pakai CAT (Computer Assisted Test)," terang Eko.
Eko memaknai integritas dengan menjalankan tugas sesuai aturan, dan menikmati hal tersebut alias tanpa merasa terpaksa. Menurut Eko, makna integritas sesederhana itu.
"Integritas itu sebuah nilai yang terpatri dalam diri seseorang untuk bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku, sesederhana itu. Sebagai seorang pimpinan harus bisa menjadi role model. Saya lebih cenderung menikmati sesuai dengan rules sajalah, artinya kerjakan yang harus dikerjakan," ungkap dia.
Terbiasa Hidup Sederhana, AKBP Eko merupakan ayah dari dua anak. Istrinya seorang polwan.
Sejak menikah hingga saat ini, AKBP Eko tinggal bersama mertuanya. Mendiang mertua laki-laki AKBP Eko adalah seorang pensiunan Brimob.
"Saya tinggal di rumah mertua, dekat asrama Brimob. Dulu almarhum mertua saya mantan anggota Brimob, sehingga tinggalnya berdampingan dengan pagarnya Mako Brimob. Waktu 2008 saya menikah, kami sudah tinggal di situ bersama mertua. Apalagi mertua kan yang laki-laki sudah almarhum, jadi sekarang dengan mertua perempuan," kata Eko.
Perwira menegah Polri asal Lasem, Jawa Tengah ini mengatakan meski tinggal bersama orang tua, namun dia memiliki rumah pribadi yang dibelinya saat berpangkat inspektur satu (iptu). Rumah tersebut tipe 45 dan terletak di Kota Makassar.
"Rumah pribadi ada di daerah Dayak, Makassar, tapi kosong karena saya di tempat mertua. Karena tidak pernah ditempati, saat ini kondisinya agak rusak. Rumah itu saya beli dari pangkat iptu, lunas saat saya AKBP, tipe 45. Waktu zaman dulu beli harganya 100an, cicilan 1,3 juta per bulan," sebut Eko.
Mantan Kapolres Toraja Utara ini menerangkan dirinya dilahirkan dari keluarga sederhana. Ayahnya dulu adalah seorang kenek bus antarkota, dan ibunya tak bekerja.
"Almarhum ayah dulu kenek bus Lasem-Semarang. Lalu semakin berumur, mbah (kakek) saya bilang sudahi hidup di jalanan. Mbah kasih modal ayah dagang kelontong di pasar, ibu akhirnya bantu ayah," cerita Eko.
"Rumah orang tua saya itu yang dari bambu, yang ada lubang-lubangnya, anyaman. Saya dulu daftar Akabri, saya dihina begini, 'Rumah untuk bakar terasi saja nggak matang'." pungkas dia.(*).
JAKARTA SPIRIT INDONESIA.-Kabag Perawatan Personel (Watpers) Biro SDM Polda Sulawesi Selatan (Sulsel), AKBP Eko Suroso, menolak suap terkait proses rekrutmen anggota polisi.
Eko tak menampik ada saja pihak-pihak yang mendekati dirinya untuk meminta bantuan semisal agar masuk Polri.
Eko menuturkan ada satu kejadian yang ekstrem, di mana seseorang menunjukkan buku rekening bank dengan harapan dibantu di proses seleksi anggota Polri. Lalu bagaimana Eko menolaknya?
"Ada salah satu peristiwa tapi saya nggak mau sebutkan namanya ya, itu nunjukin buku rekening ke saya, memastikan dia punya uang.
Saya bilangin, 'Yang menentukan anakmu lulus atau nggak itu kemampuan anakmu sendiri'.
Banyak yang nggak lulus karena memang nggak persiapan, hanya mengandalkan pertemanan ataupun cari-cari bekingan," kata Eko kepada detikcom, Kamis (3/10/2024). Sosoknya diusulkan Polda Sulsel dalam ajang.
Eko saat ini merangkap jabatan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kabag Pengendalian Personel (Dalpers) Biro SDM Polda Sulawesi Selatan (Sulsel). Salah satu tugasnya adalah terkait proses seleksi masuk Polri.
Eko menyadari jabatannya membuat orang-orang sekitar hendak memanfaatkan. Eko menyikapi hal itu sebagai kesempatan untuk mengedukasi bahwa proses tidak akan mengkhianati hasil.
"Di Indonesia ini, orang-orang ketimuran kaya kita ini, apalagi sudah kenal, pernah bersama, ya dengan dalih silaturahmi dan lain-lain lah memang banyak yang mencoba meminta tolong. Itu sebenarnya jadi kesempatan saya untuk mengedukasi mereka tentang sebuah proses," tutur dia.
Edukasi yang dimaksud ialah agar orang-orang tersebut tidak menghalalkan segala cara dan menghindari praktik calo. Eko menyarankan agar uang mereka yang hendak ikut seleksi Polri digunakan untuk bimbingan belajar (bimbel) sekolah kedinasan.
"Kalau mau rekrutmen Polri harus dipersiapkan kompetensi. Saya sarankan misalnya ada yang anaknya mau masuk Bintara atau Akpol, yang dilakukan adalah persiapan karena mustahil masuk kedinasan tanpa persiapan, misalnya bimbel.
Sah-sah saja toh saya sarankan persiapan dengan bimbel, yang penting tidak mengarahkan bimbel di mana. Kan banyak lembaga belajar berseliweran," jelas Eko.
Eko pun memberitahu pihak-pihak yang ingin masuk Polri dengan jalan pintas, bahwa sistem seleksi kini komputerisasi dan transparan, sehingga nilai tak dapat dimanipulasi. Eko bersyukur Polri telah membuat sistem yang memproteksi para pengemban fungsi SDM dari potensi penyimpangan.
"Untungnya kita sekarang berjalan sudah ada prinsip dan didukung sistem yang menguatkan terlaksananya prinsip itu, ada BETAH (bersih, transparan, akuntabel dan humanis).
Sekarang sistem sudah memproteksi kita dari peluang atau potensi penyimpangan misalnya tes psikologi dan akademik sudah pakai CAT (Computer Assisted Test)," terang Eko.
Eko memaknai integritas dengan menjalankan tugas sesuai aturan, dan menikmati hal tersebut alias tanpa merasa terpaksa. Menurut Eko, makna integritas sesederhana itu.
"Integritas itu sebuah nilai yang terpatri dalam diri seseorang untuk bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku, sesederhana itu. Sebagai seorang pimpinan harus bisa menjadi role model. Saya lebih cenderung menikmati sesuai dengan rules sajalah, artinya kerjakan yang harus dikerjakan," ungkap dia.
Terbiasa Hidup Sederhana, AKBP Eko merupakan ayah dari dua anak. Istrinya seorang polwan.
Sejak menikah hingga saat ini, AKBP Eko tinggal bersama mertuanya. Mendiang mertua laki-laki AKBP Eko adalah seorang pensiunan Brimob.
"Saya tinggal di rumah mertua, dekat asrama Brimob. Dulu almarhum mertua saya mantan anggota Brimob, sehingga tinggalnya berdampingan dengan pagarnya Mako Brimob. Waktu 2008 saya menikah, kami sudah tinggal di situ bersama mertua. Apalagi mertua kan yang laki-laki sudah almarhum, jadi sekarang dengan mertua perempuan," kata Eko.
Perwira menegah Polri asal Lasem, Jawa Tengah ini mengatakan meski tinggal bersama orang tua, namun dia memiliki rumah pribadi yang dibelinya saat berpangkat inspektur satu (iptu). Rumah tersebut tipe 45 dan terletak di Kota Makassar.
"Rumah pribadi ada di daerah Dayak, Makassar, tapi kosong karena saya di tempat mertua. Karena tidak pernah ditempati, saat ini kondisinya agak rusak. Rumah itu saya beli dari pangkat iptu, lunas saat saya AKBP, tipe 45. Waktu zaman dulu beli harganya 100an, cicilan 1,3 juta per bulan," sebut Eko.
Mantan Kapolres Toraja Utara ini menerangkan dirinya dilahirkan dari keluarga sederhana. Ayahnya dulu adalah seorang kenek bus antarkota, dan ibunya tak bekerja.
"Almarhum ayah dulu kenek bus Lasem-Semarang. Lalu semakin berumur, mbah (kakek) saya bilang sudahi hidup di jalanan. Mbah kasih modal ayah dagang kelontong di pasar, ibu akhirnya bantu ayah," cerita Eko.
"Rumah orang tua saya itu yang dari bambu, yang ada lubang-lubangnya, anyaman. Saya dulu daftar Akabri, saya dihina begini, 'Rumah untuk bakar terasi saja nggak matang'." pungkas dia.(*).