Foto,Pasukan Kerajaan dengan bersenjatakan badik dan tombak.
disaat Pasukan Pasukan kerajaan Gowa, Sulawesi Selatan terkibat bentrokam
dengan ratusan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibantu preman. Minggu baru-baru ini.
disaat Pasukan Pasukan kerajaan Gowa, Sulawesi Selatan terkibat bentrokam
dengan ratusan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibantu preman. Minggu baru-baru ini.
SpiritNews.com.- Wakil Bupati Gowa Abdul Rauf membantah bentrokan yang terjadi antara pasukan Kerajaan Gowa dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibantu preman, dipicu oleh Satpol PP. Menurut Abdul, bentrokan terjadi karena ada provokasi dari pasukan Kerajaan Gowa.
Sementara menurut Wakil Bupati mengatakan hal tersebut "Ada yang memutarbalikkan fakta. Karena yang terjadi di lapangan, mereka yang melempari masuk Balla Lompoa, makanya ada reaksi dari anggota Satpol yang berjaga," ujar Abdul, Minggu (11/9/2016).
Saat kejadian, ia mengaku berada di lokasi sehingga menyaksikan peristiwa itu,"Saya yang ada di tempat, saya sendiri yang menyaksikan. Saya bukan pembohong, dia yang menyerang duluan karena tidak digubris saat melakukan ritual berputar mengelilingi Istana Balla Lompoa," kata Abdul.
Ia juga menduga bentrokan tersebut telah dipersiapkan. Pasalnya, ada beberapa orang yang ia sebut membawa senjata tajam.
Menurut Abdul, ia sudah menduga sejak pihak keluarga kerajaan melempar isu jika pengukuhan Lembaga Adat Daerah (LAD) sekaligus pelantikan Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan, sebagai raja.
"Padahal yang terjadi hanya pengukuhan Pak Bupati sebagai Ketua LAD, bukan raja. Yang bilang pelantikan raja silahkan baca perdanya supaya paham," tegasnya.
Dalam LAD yang telah disahkan menjadi peraturan daerah (perda) tersebut ditegaskan bahwa tahta Kerajaan Gowa sudah tidak ada lagi dan digantikan dengan LAD yang dipimpin bupati yang menjabat. LAD ini juga yang selanjutnya bertindak untuk menggelar seluruh rangkaian ritual adat kerajaan Gowa.
Bentrokan yang terjadi merupakan buntut dari konflik keluarga Kerajaan Gowa dengan keluarga bupati setempat yang berujung dengan penobatan sepihak Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichan Yakin Limpo sebagai Raja Gowa berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Sementara menurut Wakil Bupati mengatakan hal tersebut "Ada yang memutarbalikkan fakta. Karena yang terjadi di lapangan, mereka yang melempari masuk Balla Lompoa, makanya ada reaksi dari anggota Satpol yang berjaga," ujar Abdul, Minggu (11/9/2016).
Saat kejadian, ia mengaku berada di lokasi sehingga menyaksikan peristiwa itu,"Saya yang ada di tempat, saya sendiri yang menyaksikan. Saya bukan pembohong, dia yang menyerang duluan karena tidak digubris saat melakukan ritual berputar mengelilingi Istana Balla Lompoa," kata Abdul.
Ia juga menduga bentrokan tersebut telah dipersiapkan. Pasalnya, ada beberapa orang yang ia sebut membawa senjata tajam.
Menurut Abdul, ia sudah menduga sejak pihak keluarga kerajaan melempar isu jika pengukuhan Lembaga Adat Daerah (LAD) sekaligus pelantikan Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan, sebagai raja.
"Padahal yang terjadi hanya pengukuhan Pak Bupati sebagai Ketua LAD, bukan raja. Yang bilang pelantikan raja silahkan baca perdanya supaya paham," tegasnya.
Dalam LAD yang telah disahkan menjadi peraturan daerah (perda) tersebut ditegaskan bahwa tahta Kerajaan Gowa sudah tidak ada lagi dan digantikan dengan LAD yang dipimpin bupati yang menjabat. LAD ini juga yang selanjutnya bertindak untuk menggelar seluruh rangkaian ritual adat kerajaan Gowa.
Bentrokan yang terjadi merupakan buntut dari konflik keluarga Kerajaan Gowa dengan keluarga bupati setempat yang berujung dengan penobatan sepihak Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichan Yakin Limpo sebagai Raja Gowa berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Hal ini ditentang oleh berbagai kalangan lantaran bupati bukan berasal dari garis keturunan Raja Gowa apalagi sebagai pewaris tahta kerajaan.
Sementara Raja Gowa ke-37, pewaris tahta yang sah kerajaan Gowa, yang dikonfirmasi terkait dengan bentrokan ini hanya bisa prihatin dan menghimbau agar bupati setempat berhenti mengusik keluarga kerajaan .
"Ini bentuk otoriter bupati sekarang ini, yang namanya raja itu berdasarkan garis ke turun bukan berdasarkan penunjukan anggota dewan dan raja itu dilantik oleh dewan adat kerajaan bukan dilantik oleh anggota DPRD yang notabenenya dari partai politik," ucap Andi Maddusila Daeng Mattawang Karaeng Lalolang.(*).Sumber berita Kompas.com.