-->

SPIRITNEWS BERITANYA: LUGAS, JUJUR DAN DAPAT DIPERCAYA

**** SPIRITNEWS "AYO KITA MEMILIH PEMIMPIN YANG PEDULI KEPENTINGAN RAKYAT DAN YANG MENGUTAMAKAN KEBUTUHAN RAKYAT , " ****
Inilah Pandangan Ahli Hukum Keluarga, Soal Gugatan Cerai dan Harta Gono Gini
Inilah Pandangan Ahli Hukum Keluarga, Soal Gugatan Cerai dan Harta Gono Gini

Inilah Pandangan Ahli Hukum Keluarga, Soal Gugatan Cerai dan Harta Gono Gini

Foto Ilustrasi 

SpiritNews. com.- Membina mahligai kehidupan rumah tangga yang bahagia dan harmonis menjadi impian semua orang, tak pernah ada yang berharap mengalami keretakan kehidupan rumah tangga yang telah mereka bina.

Berbagai persoalan, seperti seringnya  bertengkar, KDRT, hilangnya rasa kecocokan hingga perselingkuhan sering jadi sumber masalah keretakan kehidupan rumah tangga yang berujung perceraian.

Namun, urusan perceraian bukan hal sederhana, ada konsekuensi (akibat) hukum dalam sebuah perceraian.

Misalnya, pembagian harta bersama (gono gini), hak asuh anak, nafkah anak dan nafkah istri.

Timbul pertanyaan, bagaimana proses gugatan di pengadilan agama dan pengadilan negeri; bisakah gugatan perceraian dan harta gono-gini, digabung?

Dosen Hukum Perkawinan Universitas Indonesia, Neng Djubaedah menjelaskan pasangan suami istri (pasutri) yang beragama Islam berdasarkan UU Peradilan Agama boleh mengajukan permohonan cerai talak atau cerai gugat disertai pembagian harta gono gini di pengadilan agama, sehingga proses persidangannya dilakukan bersama-sama.

“Boleh setelah (diputus) cerai, baru mengajukan harta gono gini boleh diajukan secara bersama-sama. Ini pilihan,” ujar Neng kepada Hukumonline, belum lama ini.

Berbeda dengan pasutri yang bukan beragama Islam, menurut Neng, tidak bisa dilakukan penggabungan sidang cerai dan harta gono gini.

Sebab, mereka tunduk pada ketentuan Herziene Inlandsch Reglement (HIR) atau hukum acara perdata dan pidana.

Berdasarkan HIR, kata Neng, proses persidangan diawali dulu dengan sidang perceraian, kemudian dilanjutkan dengan sidang gugatan harta gono gini di pengadilan negeri.

Sebelumnya, Dosen Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamarusdiana menjelaskan dasar hukum perceraian dalam Islam diatur Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 132 ayat (1) jo Pasal 88 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Soal penggabungan gugatan, kata Kamarusdiana, ada dua format gugatan yang biasa digunakan.

Pertama, sidang harta bersama didahului dengan putusan pengadilan tentang putusnya hubungan perkawinan karena perceraian yang telah berkekuatan hukum tetap. Kemudian diajukan gugatan harta bersama.

Kedua, bisa dilakukan penggabungan antara gugatan cerai dan gugatan harta bersama secara bersama-sama.

“Tapi prakteknya, seringkali dilakukan sidang cerai dulu, baru diajukan gugatan harta bersama agar proses cerai lebih cepat dibanding kasus cerai yang digabung dengan gugatan harta bersama,” jelas Kamarusdiana kepada Hukumonline, belum lama ini.

Soal penggabungan gugatan cerai dan harta bersama, kata Kamarusdiana, diatur Pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun 1989.

Beleid itu menyebutkan gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (inkrach).

Dijelaskan dalam Pasal 86 :

Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap.

Jika ada tuntutan pihak ketiga, maka Pengadilan menunda terlebih dahulu perkara harta bersama tersebut sampai ada putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang memperoleh kekuatan hukum tetap tentang hal itu.

Dijelaskan Neng Djubaedah, tidak ada batasan waktu terkait berapa lama setelah cerai baru membagi harta gono-gini, namun tidak disarankan menunda-nunda pembagian harta gono-gini setelah selesainya rangkaian persidangan perceraian tersebut.

“Mengapa harus ditunda? Kan ada hak orang disitu. Hak tersebut tidak akan hapus karena perceraian,” ujar Neng mengingatkan.

Neng menerangkan ada tiga jenis harta kekayaan dalam perkawinan yang dapat menjadi objek sengketa ketika terjadi perceraian:

Pertama, harta bawaan, yang dibawa calon suami dan calon istri. Harta tersebut diperoleh sebelum mereka melangsungkan perkawinan. (Pasal 35 UU Perkawinan). Untuk jenis harta ini dikuasai oleh suami-istri.

Kedua, harta masing-masing suami istri yang diperoleh melalui warisan, hibah, wasiat, hadiah dalam perkawinan. Jenis harta ini-pun penguasaannya ada pada masing-masing suami-istri.

Ketiga, harta bersama (harta gono-gini), yakni harta yang diperoleh suami atau istri secara bersama-sama selama masa perkawinan.

Lebih lanjut, Neng menuturkan jika terdapat perjanjian kawin tidak menyebutkan adanya penggabungan harta bawaan, berarti (secara otomatis) harta bawaan suami dan istri terpisah. Karenanya, tidak bisa menjadi objek harta yang dipersengketakan, sehingga menjadi harta bawaan tetap menjadi milik masing-masing.

Sementara harta bersama, jika tidak ada perjanjian kawin, maka harta tersebut otomatis tergabung sebagai harta bersama. Sebaliknya, jika ada perjanjian kawin yang memisahkan harta perolehan suami dan istri selama perkawinan, maka objek harta gono-gini (harta bersama) menjadi hilang.

Ada dua format dalam sidang perceraian yakni menggabungkan sidang gugatan cerai dan harta gono-gini atau melakukan gugatan kedua hal tersebut secara terpisah. (*).

Baca juga:

Admin
Fusce justo lacus, sagittis vel enim vitae, euismod adipiscing ligula. Maecenas cursus gravida quam a auctor. Etiam vestibulum nulla id diam consectetur condimentum.